Cinta Tak Pernah Salah, Sayang….

Pembuka

Kemarin malam, gara-gara liat Joni (kakakku) lagi nyanyi-nyanyi lagu  milik Christine Panjaitan di Youtube, obrolan kami menyerempet masalah cinta.  Cinta mati, cinta sejati.

“Ternyata Christine dulu pernah jadian ama si A dan si B ya waktu mereka muda dulu.”  Kataku sambil menyebutkan nama sejumlah musisi tanah air.  Teh Maya yang sedari tadi asyik menertawakan gaya Joni, matanya terbelalak.

“Oh ya?”  Tanya Teh Maya tidak percaya.

“Yup.  Aku  nemu beritanya karena suatu hari ada rame-rame  karena tulisan isteri si A (mantan pacar Christine).  Akhirnya ga sengaja deh nemu cerita cinta Christine dengan si A.”  Jelasku.

‘Oh gituuu….”  Teh Maya manggut-manggut.  Sesekali Joni menambahkan informasi yang dia punya.

” Nah, masih menurut Mr. Google,  si A itu cinta matinya Christine, padahal masing-masing dari mereka telah menikah dengan orang lain dan punya anak.  Walahualam…”   Begitulah obrolan kemarin terpaksa terhenti karena kami harus keluar rumah.  Cinta sejati tidak mengenal usia, batinku dalam hati.

*****

Cinta Mati, Cinta Sejati

Obrolan kemarin malam masih membekas di benakku.  Benarkah ada cinta sejati?   Lalu, apa bedanya cinta sejati dan cinta mati?  Benarkah cinta sejati itu hanya ditujukan pada satu orang dan bersyarat tetap, yakni seumur hidup?  Bagaimana dengan orang yang rela mengorbankan segalanya demi orang yang dicintainya.  Apakah harus mati terlebih dahulu agar mendapat cap cinta sejati?  Bukankah cinta mati  itu adalah esensi sebuah cinta?  Kesimpulannya, cinta mati itu adalah benar-benar cinta sejati.

Berhubung aku tidak ahli dalam masalah percintaan, aku mengajak teman-temanku untuk menjernihkan dan mengelompokan makhluk gaib yang bernama cinta ini.  Dengan memakai perumpamaan Christine Panjaitan dan si A, juga kisah percintaan Angelina (sahabat baikku di sini) yang masih mencintai pria yang telah menduakan eh mentigakannya (karena sekarang pria yang dicintainya telah punya 2 anak),  maka menurut temanku, itu kategori cinta sejati yang mampu melanggar aturan hingga salah waktu dan tempat.  Kita mengenalnya dengan istilah cinta yang salah.  Bisa jadi cinta yang salah orang, salah tempat dan salah waktu.  Kebanyakan sih cinta salah orang di saat yang tidak tepat, yakni mencintai orang yang sudah tidak single lagi. *smile.

“Aduh, kasihan amat si cinta.  Dosa apa ya si cinta sehingga disalahkan melulu?”  Balasku menanggapi pendapat temanku.

“Maksudnya cinta yang salah itu adalah cinta yang diarahkan pada suami atau isteri orang.”  Temanku memberi penjelasan singkat.

“Kalau apa yang dialami Christine dan Angelina adalah cinta sejati, berarti cinta sejati tidak harus berpasangan ya?”  Tanyaku lagi.  Temanku mengiyakan.

“Tidak harus berjodoh?”  Tandasku lagi.  Temanku menyetujuinya.

Ingatanku melayang kembali pada Angelina, suatu pagi beberapa hari yang lalu.  Aku menyarankannya untuk membuka diri pada pria lain.  Entah ini saran ke berapa kali yang kuutarakan padanya.  Menurut pengakuannya, ia sudah mencoba tapi tidak mudah.  Setiap mencoba, ia kembali gagal.  Setiap kegagalan mengakibatkan bayangan mantan semakin kuat.  Aku sendiri kehabisan ide bagaimana agar Angelina mampu  menghalau bayang-bayang mantan kekasih.

Kisah Angelina mungkin sering kita temui.  Hidup dalam bayang-bayang mantan pujaan hati.  Jadi teringat seorang teman, yang wajah pujaan hati kerap mengganggu tidurnya meski ia tidak pernah memikirkan sebelumnya. Padahal ia sudah punya pasangan hidup, artinya ia sudah membuka diri terhadap pria lain.  Tapi alam bawah sadarnya masih memiliki hubungan yang kuat dengan mantan pujaan hati.  Meski ia berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan jejak kenangan, tampaknya perasaan itu tidak pernah benar-benar hilang.  Ia cuma mengendap di sudut hati.

Suatu pagi,  bayangannya datang begitu saja, pada saat ia diam.   Sama seperti di malam hari, wajahnya hadir dalam mimpi-mimpi tidurnya.  Pagi datang. Ia kecewa menemukan bahwa pria yang terlelap di sampingnya bukanlah pria yang ia mimpikan semalam.  Kecewa dengan aroma yang sama kembali menyengatnya.  Ia pernah merasakan ini sebelumnya,  bertahun-tahun yang lalu.  Cinta sejati yang salahkah?

Lama-lama  kalau diibaratkan, si cinta ini malah mirip jalangkung.  Datang tak diundang, pulang tak diantar.  Sifatnya mirip dengan bayangan, ketika kita  diam maka ia sangat dekat.  Ketika dikejar, ia malah menjauh.  Begitulah,karena sudah komitmen akan  setia pada pasangan, sang teman hanya berani memandangi dan membayangkan pujaan hati dari jauh.  Kasihan amat.   Paling banter kirim doa. :).  Mungkin benar kata orang, cinta sejati tidak akan pernah selesai.  Sampai mati.

*****

Manajemen Cinta

Apa sih cinta itu?  Selain rasa suka, mengapa begitu banyak penderitaan yang diakibatkan oleh cinta?   Seperti yang aku pernah tulis di catatan lainnya, bahwa cinta itu merepotkan.  Ia bisa mengubah kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki.  Benar-benar tidak masuk akal.

Berhubung di sini tidak ada Kamus Besar Bahasa Indonesia, aku meluncur menuju Wikipedia.  Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut  (sumber : Wikipedia).

Menilik arti harfiah cinta menurut Wikipedia, aku lebih sepakat bila memakai tinjauan filosofis.  Sisanya lebih kepada hubungan sebab dan akibat (baca : komitmen).  Ada perasaan empati, kasih sayang dan mau melakukan apapun yang diinginkan oleh objek tersebut.  Hmmm, menarik!  Ini alasan mengapa ada orang yang awalnya malas mandi mendadak rajin mandi saat ia jatuh cinta.  *smile.

“What should I do?”  Tanya Angelina saat aku mengantarnya membeli kado untuk anak mantan pacarnya.

”Gimana mau terbebas dari bayangan masa silam kalau tiap ulang tahun si dia dan anaknya kau masih fikirin juga?”  Tanyaku.

“Aku terjebak cinta yang salah ya?”  Tanyanya lagi.

“Cinta tidak pernah salah….”.  Jawabku. Ia terdiam.

“Mending mana, dicintai atau mencintai?”  Tanyanya lagi sambil memilah-milah gaun anak bermotif kotak-kotak.  Secara jujur aku mengakui bahwa itu hal sulit.  Dikasih pertanyaan begini saja aku bingung menjawabnya, apalagi kudu memilih.  Pertanyaan itu Angelina ajukan karena sebetulnya selama ini ada beberapa pria yang (tampaknya) tulus mencintainya.

” Dalam cinta harus ada rasa ikhlas.  Kalau masih merasa terpaksa ya jangan mencintai.”  Saranku asal karena aku sendiri tidak tahu mana pilihan terbaik.

” Jadi apa yang harus kulakukan agar keluar dari cinta yang salah ini?”  Tanya Angelina sambil memandangi tas belanjaan berisi gaun dan jaket anak yang lucu-lucu.

” Cinta tidak pernah salah, sayang….”  Tekanku lagi.  Jalan terbaik yang dapat dilakukan bila terjebak dalam ‘cinta yang salah’ adalah dengan memenej (mengelola)  cinta itu sendiri.  Bukankah begitu, teman?

“Kalau si dia adalah kebahagiaanmu, suka citamu, maka lepaskanlah ia.  Biarkan ia bahagia dengan jalan yang telah ia pilih.  Terima keadaan dengan rasa iklhas.  Jangan buang waktumu dengan mencintai orang yang tidak mungkin kau capai.  Lupakan dia yang cuma bisa kau cumbu dalam angan-angan.”  Angelina terdiam memandangi ujung sepatunya mendengar saranku.  Rasanya tidak tega juga.

” Jangan bersedih. Meski cinta itu kerap pahit dan menyakitkan, namun mencintai itu tidak pula dosa.  Buka hatimu untuk yang lain.  Pegang erat-erat cintamu dan bidikkan pada orang yang tepat dan…..”  Angelina mengangguk.

“Dan apa lagi?”  Tanya Angelina tidak sabar.

“Dan pastikan masih single…”  Tambahku lagi.  Ia tertawa.

Salam hangat,

Lintasophia

Gambar dari Google

Video milik Youtube

Tinggalkan komentar